Berita Travel - 3 Kegiatan Sengit yang Harus Dicoba waktu Menelusuri Pegunungan Arfak

3 Kegiatan Sengit yang Harus Dicoba waktu Menelusuri Pegunungan Arfak

berita travel

Berita Travel - Turisme di Papua belakangan ini lekat dengan nama Raja Ampat di Propinsi Papua Barat. Walau sebenarnya, daerah di ujung timur negeri ini pula mempunyai tujuan wisata lainnya yang tidak kalah eksotis, yaitu Pegunungan Arfak.

Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf) terdapat di lokasi pegunungan bernama sama, kira-kira 90 km. jauhnya dari Manokwari, ibukota Propinsi Papua Barat.

Walau memiliki kandungan seabrek kekuatan wisata yang memesona, sulitnya akses membuat belum dikunjungi dengan massif.

1. Offroad

berita travel

Inicapsa.org - Wisatawan di luar Papua yang akan berkunjung ke Pegaf biasanya datang di Bandara Rendani, Manokwari, Papua Barat. Dari sana, wisatawan butuh merogoh kocek sebesar Rp 170.000 - 200.000 per orang untuk menumpang angkutan ke arah Pegaf. Bila menyewa sepanjang hari penuh, wisatawan dikenai biaya Rp 1,5 – 1,7 juta per mobil.

Bukan sembarang angkutan, mobil-mobil penggerak ganda seperti Toyota Hilux atau Mitsubishi Triton-lah yang akan membawa wisatawan telusuri medan melawan saat perjalanan Manokwari-Pegaf.

Adrenalin akan terpacu jika wisatawan pilih duduk di bak belakang mobil yang terbuka, nikmati tamparan angin pegunungan dengan pandangan terpatri pada gugusan bukit-lembah Pegaf yang masih tetap diselubungi belantara rapa

Perjalanan mengocok perut itu akan melewati belasan saluran sungai, melipir jurang, dan turun-naik bukit terjal. Jalan bergerunjal berbentuk perkerasan tanah banyak didominasi lubang serta serakan bebatuan, sedang jalan beraspal cuma ada di sejumlah titik saja.

berita travel

Salah satunya medan berlebihan yang dilewati saat melewati sungai ke arah Pegunungan Arfak.

Permasalahan akan tiba menempa saat hujan mengguyur. Jalan yang licin membuat beberapa sopir, yang rata-rata datang dari Sulawesi, harus tambahan siaga.

Diluar itu, guguran batu serta longsoran tanah bukan sekali-dua kali berlangsung. Hampir di setiap kelokan serta tanjakan, satu eskavator selalu siaga berjaga.

Selesai empat jam perjalanan, wisatawan akan datang di pusat Kabupaten Pegaf di Distrik Anggi, dimana ada beberapa warung untuk sesaat rehat, tidak hanya puskesmas sampai kantor bupati.

2. Menikmati Danau Laki-laki dan Perempuan

berita travel

Object wisata andalan di Pegaf adalah sepasang danau kembar bernama Anggi Giji (danau lelaki) serta Anggi Gida (danau wanita). Kedua-duanya terdapat di dua distrik yang bertetangga, yaitu Distrik Anggi serta Anggi Gida.

Walau pamornya belumlah sementereng Danau Sentani di Jayapura, pesona kedua-duanya tidak kalah memikat. Akan tetapi dengan spesial, Anggi Gida tawarkan pemandangan yang lebih komplet, walau dengan akses yang lebih susah.

Hutan-hutan di sekitar Anggi Gida masih tetap rapat. Menurut pembicaraan masyarakat ditempat, di hutan-hutan itu bisa dengan gampang wisatawan menjumpai burung-burung endemik Papua, termasuk juga cenderawasih. Hal tersebut berlainan dengan perbukitan di seputar Anggi Giji yang tandus serta didominasi tumbuhan pakis menjadi ekses perladangan beralih yang diaplikasikan masyarakat sejak dahulu.

Selain itu, Anggi Gida mempunyai bentangan pasir putih yang bisa diraih memakai perahu dengan tarif Rp 250 ribu rupiah plus biaya bahan bakar dari dermaga di Kampung Tombrok.

Sama lautan, pesisir Anggi Gida juga memperlihatkan gradasi warna biru tua sampai pirus yang menghipnotis.

Bila akan melihat kedua-duanya dari ketinggian, wisatawan dapat meminta dibawa sopir ke puncak Bukit Kobrey. Di puncak bukit yang membelah ke-2 danau itu, terpacak papan penunjuk tempat “Welcome to Anggi” dengan latar pemandangan danau yang sangat permai diincar camera.

3. Menyatu dengan budaya setempat

berita travel

Suku Arfak ada di dalam rumah tradisionil, Rumah Kaki Seribu di Distrik Menyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Kamis (16/8/2018). Awal mulanya, Suku Arfak lakukan Tarian Tumbuk Tanah menyongsong kehadiran team Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI.

Suku Arfak ada di dalam rumah tradisionil, Rumah Kaki Seribu di Distrik Menyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, Kamis (16/8/2018). Awal mulanya, Suku Arfak lakukan Tarian Tumbuk Tanah menyongsong kehadiran team Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI.(KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO)

Sesudah menghayati sensasi bertualang di medan offroad serta menyuapi jiwa dengan pemandangan alam Anggi, wisatawan bisa rasakan hangatnya bercengkerama dengan masyarakat lokal.

Tidak butuh kuatir masalah komunikasi dengan masyarakat lokal. Hampir semuanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baku, diwarnai dialek ciri khas timur Indonesia.

Biasanya, masyarakat ditempat akan dengan suka hati menawari tempat tinggalnya menjadi tempat menginap, lebih bila wisatawan sudah cukup intensif berhubungan. Akan tetapi, wisatawan ikut masih butuh pastikan di awalnya pembicaraan ihwal persetujuan harga menginap.

Umumnya masyarakat lokal masih tetap tinggal di dalam rumah kebiasaan mereka, yaitu Rumah Kaki Seribu. Rumah yang dimaksud Igkojei Ibeiya dalam penamaan ditempat ini diatur serta didukung oleh bilah-bilah kayu yang tidak terhitung banyaknya.

Kontruksi rumah itu membuat antigempa serta mampu mengisolasi panas di dalam kepungan suhu di angka 8-13 derajat Celsius.

Yang tinggal di rumah seringkali menyalakan api unggun di dalam rumah sisi samping yang digunakan menjadi ruang beristirahat untuk berdiang. Berita jeleknya, kepulan asap api unggun itu akan penuhi rumah di dalam lelap.

Untuk kepentingan bersih-bersih, beberapa rumah diperlengkapi dengan toilet dibagian belakang. Bila rumah yang wisatawan tumpangi tidak mempunyai toilet, jadi kembali pada alam adalah hanya satu jalan keluar.

Perihal unik yang akan wisatawan dapatkan saat membaur dengan masyarakat lokal adalah suku-suku yang tinggal bersisihan akan tetapi tidak sama-sama mengerti bahasa semasing.

Anggota semasing dari ke empat subsuku Sougb, Moilei, Hatam, serta Meiyah, akan sama-sama terlibat perbincangan dalam bahasa Indonesia. Ini penyebabnya masyarakat lokal Pegaf hampir semuanya fasih berbahasa Indonesia.

Sebelum tinggalkan Pegaf, bila mujur, wisatawan akan dikasihkan noken sampai cawat atau panah sekalinya, bergantung kandungan kedekatan dengan tuan-rumah.

Bahkan juga, masyarakat lokal tidak enggan ajak wisatawan lakukan tari tumbuk tanah menjadi pemberi tanda pertemanan.
Share:

No comments:

Post a Comment

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Pages